Satpol PP Proses Hukum Ratusan Pekerja Kebersihan yang Buang Sampah di Pendopo Sidoarjo

DEWATOGEL – Kepala Satpol PP Sidoarjo Yani Setiyawan mengambil langkah tegas terhadap pendemo yang membuang sampah di jalan Cokronegoro depan Pendopo Sidoarjo.

“Kami segera melakukan langkah hukum menindak pembuang sampah saat demo di depan pendopo pada Rabu 20 Desember kemarin,” ujarnya, Kamis (21/12/2023).

Yany mengatakan, pihaknya telah meminta masukan dari berbagai pihak terkait aksi tidak terpuji oknum pendemo yang membuang sampah di depan pendopo dan juga depan kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Sidoarjo.

“Dari hasil masukan dan pertimbangan itu, kita putuskan oknum pembuang sampah saat demo di depan pendopo akan kami proses hukum sesuai perundangan yang berlaku,” ucapnya.

Yeni menyebut, pihaknya mulai kemarin sudah mengumpulkan bukti-bukti di lapangan, termasuk foto dan video saat aksi demo berlangsung. Termasuk siapa yang memprovokasi membuang sampah di depan pendopo saat demo berlangsung.

“Siapa saja oknum yang melanggar dan apa perannya semua bukti sudah dikantongi,” ujar Yani.

Dari hasil pengumpulan barang bukti itu, kata Yani, pihaknya pada hari ini akan melakukan gelar perkara di kantornya dengan mengundang Polresta Sidoarjo, Kejari Sidoarjo dan Pengadilan Negeri Sidoarjo.

Dalam gelar perkara tersebut, Yani akan meminta masukan dari para aparat penegak hukum.

“Gelar perkara nanti kita beberkan semua bukti-bukti, selanjutnya pasal apa yang akan dipakai sebagai dasar memproses hukum. Nanti akan kita koordinasikan dengan kepolisian, kejaksaan dan pengadilan negeri,” ucapnya.

Aksi buang sampah ini juga disoroti oleh Ketua Green Icon Indonesia (GII) Ahmad Masad. Pihaknya mengecam aksi demo petugas kebersihan di Sidoarjo yang membuang dua ton sampah di depan pendopo Bupati.

“Aksi mereka menunjukkan ketidakprofesionalan petugas kebersihan,” ujarnya.

Menurutnya, harusnya mereka menjunjung etika apalagi dalam menyampaikan aspirasi di muka umum. “Tidak etis dan itu bukan dari sifat petugas kebersihan. Siapa mereka ini apa benar-benar petugas kebersihan,” ucap Masad.

Masad menyebut aksi dari kelompok petugas kebersihan yang mengatasnamakan gabungan pekerja kebersihan seluruh Indonesia (Gapeksi) itu tidak etis. Dia juga meminta mereka untuk segara melakukan minta maaf di depan publik.

“Kami mewakili masyarakat Sidoarjo meminta masa aksi yang merasa membuang sampah di sekitar alun-alun Sidoarjo tadi untuk minta maaf secara terbuka,” ujarnya.

Emak-Emak Ikut Protes

Tumpukan sampah yang dibuang pekerja kebersihan di sepanjang jalan Pendopo Delta Wibawa Sidoarjo sebagai bentuk protes ke bupati. (Istimewa)

Sejumlah elemen masyarakat dan emak-emak di sekitar lokasi juga menyayangkan tumpukan sampah yang tercecer di sepanjang jalan di depan pendopo Bupati tersebut.

Bahkan, mereka rela bahu-membahu membersihkan sampah yang dibuang Gapeksi itu. Beberapa diantara mereka aksi demo yang dianggap anarkis itu seperti demo bayaran yang tidak mempunyai landasan kuat.

Sebelumnya, ratusan pekerja kebersihan menumpahkan sampah disepanjang jalan Pendopo Delta Wibawa. Aksi tersebut sebagai bentuk protes pekerja kebersihan lantaran tak kunjung ditemui oleh Bupati Sidoarjo, Achmad Muhdlor Ali.

Salah satu peserta aksi, Hadi mengatakan, aksi buang sampah di depan Pendopo tersebut, merupakan bentuk kekecewaan terhadap kebijakan Bupati Sidoarjo tentang terbitnya Peraturan Bupati Nomor 51 Tahun 2023 tentang tarif layanan Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (BLUD UPTD).

“Berkali-kali memohon perundingan dengan bupati dan dijanjikan akan diadakan penyesuaian tarif ritase, tonase maupun sistem BLUD, tapi nyatanya tidak ada,” ujarnya, Rabu (20/12/2023).

Hadi mengungkapkan bahwa pengelola TPST di Sidoarjo menolak untuk diterapkan sistem ritase maupun tonase seperti yang dilakukan saat ini.

Alasannya, lanjut Hadi, saat ini sedang memasuki musim penghujan. Nah sampah yang diangkut dari TPS ke TPA kebanyakan bercampur dengan air. Sehingga hal tersebut berpengaruh pada tingkat tonase.

“Tentu ini sangat merugikan. Karena sampah yang bercampur dengan air akan lebih berat. Dan ini yang merugikan kami,” ucapnya.

Hadi menegaskan, pihaknya menginginkan adanya penurunan biaya tonase sampah dan tarif ritase dihilangkan. Sebab, hal itu memberatkan bagi pengelola TPST. Tarif sampah yang semula Rp 15 hingga Rp 30 ribu, saat ini menjadi Rp 50 ribu per tonase.

“Kalau Rp 50 ribu tentu sangat memberatkan. Kami sering mengalami kesulitan keuangan. Untuk BLUD kami minta untuk dikaji ulang,” ujarnya.